A. JUDUL
PERCOBAAN
Pembuatan
Asetanilida
B. TUJUAN
PERCOBAAN
Pada
akhir percobaan mahasiswa diharapkan dapat:
1.
Terampil menyusun dan
menggunakan alat-alat dalam pekerjaan sintesis zat-zat organik.
2.
Menjelaskan teknik
penyulingan bertingkat.
3.
Menjelaskan asas dasar
ilmu kimia senyawa turunan amina.
C. LANDASAN
TEORI
Asetanilida
merupakan senyawa turunan asetil amina aromatis yang digolongkan sebagai amida
primer, dimana satu atom hidrogen pada anilin digantikan dengan satu gugus
asetil. Asetanilida berbentuk butioran berwarna putih (kristal) tidak larut
dalam minyak parafin dan larut dalam air dengan bantuan klorat anhidrat.
Asetanilida atau disebut phenilasetamida mempunyai rumus molekul C6H5NHCOCH3
dan berat molekul 135,16 g/mol. Ada beberapa proses pembuatan asetanilida
antara lain:
1.
Pembuatan asetanilida
dari asam asetat anhidrida dan anilin
2.
Pembuatan asetanilida
dari anilin dan asam asetat
3.
Pembuatan asetanilida dari
ketena dan anilin.
(Pandia,
2011: 1)
Asetanilida banyak digunakan dalam industri kimia, antara
lain:
1.
Sebagai bahan baku
pembuatan obat-obatan
2.
Sebagai zat awal
pembuatan penicilium
3.
Bahan pembantu dalam
industri cat dan karet
4.
Bahan intermediet pada sulfan
dan asetilklorida
Sifat
fisis dan kimia dari anilin yaitu
1.
Anilin
Sifat-sifat fisis:
1. Rumus
Molekul: C6H5NH2
2. Berat
Molekul: 93,12 g/mol
3. Titik
Didih Normal: 184,4◦C
4. Suhu
Kritis: 426◦C
5. Tekanan
Kritis: 54,4 atm
6. Wujud:
Cair
7. Warna:
jernih
2. Asam
Asetat
Sifat-sifat fisis:
1. Rumus
Molekul: CH3COOH
2. Berat
Molekul: 6,053 g/mol
3. Titik
Didih Normal: 117,9◦C
4. Suhu
Kritis: 426◦C
5. Berat
jenis: 1,051 g/ml
6. Wujud:
Cair
7. Warna:
jernih
3. Asetanilida
Sifat-sifat
fisis:
1.
Rumus Molekul: C6H5NHCOOH
2.
Berat Molekul: 135,16
g/mol
3.
Titik didih normal:
305◦C
4.
Titik leleh: 114,16◦C
5.
Berat jenis: 1,21 g/ml
6.
Titik beku: 114◦C
7.
Wujud: padat
8.
Warna: putih
9.
Bentuk: butiran/
kristal.
Proses
pembuatan asetanilida pada intinya adalah mereaksikan anilin dengan asam asetat
berlebih yang berlangsung sesuai dengan reaksi:
C6H5NH2 + CH3COOH C6H5NHCOCH3
+ H2O
(Pramushinta,
diah:2011: 1-2)
Amina
adalah senyawa organik yang mengandung atom nitrogen trivalen yang berikatan
dengan satu atau dua atau tiga atom karbon. Bila ditinjau dari rumus
strukturnya, amina merupakan turuna dari amonia yang satu atau dua atau tiga
buah atom hidrogennya digantikan oleh gugus alkil atau aril. Dengan demikian,
bila gugus pengganti atom hidrogen dalam amonia beberapa gugus alkil(R), maka
rumus struktur amina alifatik yang mungkin terjadi adalah RNH2, RNH,
atau R3N. Bila gugus penggantinya aril(Ar) akan dijumpai pula rumus
yang serupa. Amina diklasifikasikan menjadi amina primer, sekunder, dan tersier
atas dasar jumlah atom H dan molekul NH3 yang digantikan oleh gugus
alkil atau aril. Suatu amina disebut amina primer bila satu atom H dalam
molekul NH3 disubsitusi oleh gugus alkil/aril. Bila banyaknya atom
Ha yang disubtitusi sebnyak dua buah disebut amina sekunder dan apabila tiga
buah disebut amina tersier. Amina merupakan senyawa polar dan antar
molekulamina primer atau amina sekunder terdapat ikatan hidrogen. Iatan
hidrogen antar amina sekunder digambarkan sebagai berikut :
H R
N----------H-N
R R R
Ikatan hidrogen antar
molekul amina tidak sekuat ikatan hidrogen antar molekul alkohol/air karena
pebedaan keelektronegatifan antara nitrogen dan hidrogen (3,0-2,1=0,9) tidak
sebesar perbedaan keelektrinegatifan abtar oksigen dan hidrogen (3,5-2,1=1,4).
Pengaruh aanya ikatan hidrogen antar molekul amina dan antar molekul alkohol
dapat disimpulkan dari harga titik didih dari cntoh kedua golongan senyawa
tersebut seperti yang tercantum di bawah ini :
CH3-HH2 CH3OH
Berat molekul 31 32
Titik didih -6,3oC 65oC
Amina dengan berat
molekul rendah dapat larut dengan baik dalam air, sedangkan berat molekulnya
tinggi kelarutannya lebih rendah. Hal ini disebabkan karena pada amina dengan
berat molekul rendah labih mudah embentuk ikatan hidrogen dengan air dari apada
amina dengan berat molekul tinggi, meskipun semua jenis amina dapat membentuk
ikatan hidrogen dengan molekul air ( Rasyid, 2010 : 187 dan 190-191).
Ikatan dalam suatu amina beranalogi langsung dengan
ikatan dalam amonia, suatu atom nitrogen sp3 yang terikat pada 3 atom atau
gugus lain (H atau R) dan dengan sepasang elektron menyendiri dalam orbital sp3
yang tersisa.
H-N-H CH3-N-CH3
H CH3 N
H
amonia trimetilamina piperidin
CH3CH2OCH2CH3 (CH3CH2)2NH
CH3CH2CH2CH2OH
T.d 34,5oC T.d 5,6 oC T.d 117 oC
Karea
tidak mempunyai ikatan NH, amina tersier dalam bentuk vairan murni tidak dapt
membentuk ikatan hidrogen. Titik didih amina tersier lebih rendah daari pada
amina primer atau sekunder yang bobot molekulnya sepadan, dan titik didihnya
lebih dekat ke titik didih alakana yang bobot molekulnya bersamaan.
Tidak ada ikatan
hidrogen ada
ikatan hidrogen
(CH3)3N (CH3)3CH CH3CH2CH2NH2
(Fessenden,
1986 : 115-117).
Amida merupaan turunan asam
karboksilat biasa yang paling tidak reaktif. Amida banyak terdapat di alam.
Amida yang apling penting ialah protein. Amida primer memiliki rumus umum RCONH2.
Amida primer ini dapat dibuat lewat reaksi amonia dengan ester, dengan
kasil halida atau dengan anhidrida asam. Amida juga dapat dibuat dengan memanaskan
garam amonium dari asam.
R-COOH + NH3 R-COO-NH4+ R-CONH2 + H2O
garam
amonium amida
amida
dinamai dengan mengganti akhiran at atau oat dari nama asamnya (baik untuk nama
umum maupun nama IUPAC) dengan akhiran amida.
H-CONH2 CH2CONH2 CH3CH2CH2CONH2
CONH2
Formamida asetamida butanamida bezamida
Semua
contoh di atas termasuk amida primer. Amida sekunder dan tersierdengan satu
atau kedua hidrogen digantikan oleh gugus organik. Amida memiliki titik didih
yang luar biasa tinggi untuk ukuran bobot molekulnya, meskipun subtitusi alkil
padanitrogen menurunkan titik didih dan titik leleh jkarena menurunnya
kemungkinan ikatan nitrogen (Hart, 2003 : 333-334).
D.
METODE PERCOBAAN
1.
Alat
a.
Labu bundar 250 ml
b.
Kolom fraksinasi
c.
Kondensor refluks
d.
Termometer 240oC
e.
Labu takar 25 ml
f.
Corong penyaring
g.
Pembakar spiritus
h.
Kaki tiga dan kasa
asbes
i.
Corong buchner
j.
Gelas kimia 100 ml, 800
ml
k. Batang
pengaduk
l. Labu
erlenmeyer
m. Labu
semprot
n. Pipet
tetes
o. Tang
penjepit
p. Gelas
ukur 100 ml
2.
Bahan
a. Anilin
(C6H5NH2)
b. Asam
asetat glasial (CH3COOH)
c. Karbon
aktif / norit
d. Batu
didih
e. Alkohol
2 %
f. Kertas
saring whatman
g. Kertas
saring biasa
E. PROSEDUR KERJA
a. Kedalam
labu bulat 250 ml menambahkan 10 ml anilin dan 12,5 ml asam asetat glasial.
b. Memasang
kolom fraksinasi pada labu dan melengkapi dengan termometer dan kondensor untuk
destilasi. Menggunakan gelas kimia 100 ml untuk menampung destilat.
c. Menambahkan
satu butir batu didih dan memanaskan perlahan-lahan supaya uap larutan tidak
naik ke kolom.
d. Meningkatkan
pemanasan sedikit hingga air yang terbentuk dalam reaksi dan sedikit asam
asetat akan terdestilasi perlahan-lahan dengan kecepatan yang rata (suhu uap
104-105o C). Hal ini dilakukan setelah 15 menit.
e. Menguji
larutan yang tersisa didalam labu bundar 250 ml dengan sedikit air dingin, dan
apabila sudah keruh menuangkan semua ke dalam air dingin.
f. Menambahkan
norit beberapa tetes dan alkohol 2 %
g. Memanaskan
larutan yang telah ditambahkan norit dan alkohol
h. Menyaring
larutan selagi panas dengan menggunakan corong buchner.
i. Mendinginkan
filtrat yang dihasilkan didalam air dingin
j. Menyaring
kristal dengan corong buchner
k. Mengeringkan
kristal yang diperoleh di oven sampai kering sempurna
I. Menimbang
kristal kering dan menghitung rendemennya.
F . HASIL PENGAMATAN
No
|
Aktivitas
|
Pengamatan
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
|
Anilin (coklat) 10 ml ditambahkan dengan asam
asetat glasial (bening) 12,5 ml
Menambahkan satu butir batu didih dan mendestilasi
larutan campuran.
Menguji larutan yang tersisa dengan air dingin
Menambahkan norit (hitam) beberapa tetes dan
alkohol
Memanaskan larutan
Menyaring larutan dengan corong buchner
Mendinginkan filtrat di dalam air dingin
Menyaring larutan dengan corong buchner
Mengeringkan kristal di oven
|
Larutan berwarna coklat
Destilat yang bewarna bening
(air dan asam asetat yang
tidak bereaksi)
Larutan keruh (terbentuk gumpalan
putih kecoklatan)
Larutan keruh
Larutan menjadi bening dan
terbentuk gumpalan coklat pada dasar
dan permukaan larutan
Terbentuk 2 bagian:
1). Bagian I (residu) : endapan coklat
2). Bagian II (filtrat) : larutan bening
Terbentuk kristal putih
Terbentuk 2 bagian:
1). Bagian I (residu) : larutan bening
2). Bagian II (filtrat) : kristal putih
Kristal kering berwarna putih
|
No
|
Aktifitas
|
Pengamatan
|
10.
|
Menimbang kristal
|
3,8
g
|
G. ANALISIS DATA
Diketahui
: V anilin (C6H5NH2) :
20 gram
V asam asetat glasial (CH3COOH) : 26 gram
Mr C6H5NH2 : 20 ml
Mr CH3COOH
: 25 ml
ρ CH3COOH : 60 g/mol
ρ C6H5NH2 : 93 g/ mol
Dit : % rendemen
= ..........?
Penyelesaian:
Massa
C6H5NH2
= ρ C6H5NH2 x
V C6H5NH2
=
1,024 g/ml x 10 ml
=
10,24 gram
mol C6H5NH2 =
massa C6H5NH2
Mr C6H5NH2
= 10,24
g
93
g/mol
= 0,11 mol
Massa CH3COOH = ρ
CH3COOH x V CH3COOH
= 1,051
g/ml x 12,5 ml
= 13,14 gram
Mol
CH3COOH = massa CH3COOH
Mr CH3COOH
= 13,14 g
60 g/mol
= 0,22 mol
Reaksi yang
terjadi:
CH3COOH + C6H5NH2 C6H5NHCOOCH3
+ H2O
M : 0,11 mol 0,22 mol - -
B : 0,11 mol 0,11 mol 0,11 mol 0,11 mol
S :
- 0,11 mol 0,11 mol 0,11 mol
Mol asetanilida (C6H5NHCOOCH3) = 0,11 mol
Massa C6H5NHCOOCH3 = n ×
Mr C6H5NHCOOCH3
= 0,11 mol × 135 g/mol
= 14,85 gram (massa teori)
Massa praktek = 3,8 gram
%
Rendemen =
massa praktek × 100 %
Massa teori
= 3,8 gram
× 100 %
14,85 gram
= 25,589 %
H. PEMBAHASAN
Asetanilida
adalah senyawa turunan asetil amina aromatis yang digolongkan sebagai amida
primer dimana satu atom hidrogen pada anilin digantikan dengan satu gugus
asetil. Proses pembuatan asetanilida pada intinya adalah mereaksikan anilin
dengan asam asetat berlebih.pada pembuatan asetanilida, anilin (C6H5NH2)
ditambahkan dengan asam asetat glasial (CH3COOH) menghasilkan
larutan berwarna coklat. Proses ini berlangsung melalui reaksi subsitusi asil
nukleofil dan disebut dengan proses asetilasi. Pada percobaan ini anilin
berfungsi sebagai penyedia gugus amina, sedangkan asam asetat glasial berfungsi
sebagai penyedia gugus asetat yang bersifat asam (melepas ion H+ / H3O+ ) yang juga
sangat mempengaruhi reaksi agar terbentuk suatu garam amina. Selain itu HCl
berfungsi sebagai katalis yang mempercepat terjadinya reaksi serta untuk
menetralkan muatan oksida sehingga asetanilida yang terbentuk tidak
terhidrolisis kembali karena pengaruh air dan untuk mencegah terjadinya reaksi
samping senyawa turunan asetil. Campuran anilin dan asam asetat ini kemudian
didestilasi dengan menggunakan alat refluks. Proses refluks memiliki dua fungsi
yaitu untuk mempercepat reaksi karena adanya proses pemanasan. Pemanasan akan
meningkatkan suhu dalam sistem sehingga tumbukan antar molekul akan lebih
banyak dan cepat sehingga akan mempercepat reaksi atau dengan kata lain pada
proses ini kita mengontrol reaksi secara kinetik. Fungsi yang kedua adalah
untuk menyempurnakan reaksi. Pemilihan metode refluks dalam percobaan ini
karena apabila digunakan pemanasan biasa maka akan terbentuk uap yang akan mengurangi
hasil kuantitatif dari suatu reaksi.
Sebelum melakukan destilasi atau pemanasan larutan
ditambahkan satu butir batu didih. Penambahan batu didih bertujuan untuk
mencegah terjadinya bumping / letupan-letupan yang terjadi akibat pemanasan.
Adapun prinsip kerja dari metode refluks yaitu pada saat memanaskan suatu
pelarut volatil secara sempurna maka akan menghasilkan suatu uap dan uap
tersebut akan melewati tabung refluks. Tabung refluks yang telah dilengkapi
dengan pendinginan akan mengakibatkan
uap tersebut mengembun kembali sehingga reaksi berjalan dengan sempurna karena
meminimalis senyawa yang hilang dan diperoleh hasil yang maksimal, serta
pelarut akan tetap ada selama reaksi berlangsung. Perhitungan waktu dihitung
setelah ada tetesan hasil refluks yang telah terkondensasi. Hal tersebut
dikarenakan pada saat itu pelarut berupa
asam asetat sudah mulai menguap dan terkondensasi sehingga dapat dikatakan
bahwa saat itu juga proses refluks sudah berlangsung. Pada saat pelarut yang
digunakan mulai menguap maka konsentrasi larutan di dalam labu akan meningkat.
Suhu destilat dijaga agar tidak melebihi 104-105oC. Hal ini
disebabkan apabila melewati 104-105oC maka asetanilida dapat ikut
keluar bersama air (100oC) atau asam asetat yang tidak bereaksi (117oC).
Setelah didestilasi, larutan yang tersisa dalam labu
bundar diuji dengan air dingin dan apabila sudah keruh, maka semua larutan
dituangkan kedalam air dingin dan diaduk hingga terbentuk asetanilida yang
berbentuk padatan kristal. Tujuan pendinginan ke dalam air dingin adalah agar
diperoleh kristal asetanilida dan untuk menghidrolisis asam asetat yang masih
tersisa dalam larutan. Hasil dari kristalisasi ini berupa kristal yang berwarna
kuning kekuningan / kecoklatan yang berarti masih ada pengotor didalamnya yaitu
sisa reaktan ataupun hasil samping reaksi. Kemudian ditambahkan dengan norit
dan alkohol 2 %. Penambahan norit berfungsi untuk menyerap zat warna dan
pengotor-pengotor yang berukuran besar karena karbon aktif memiliki pori-pori
yang besar. Dengan penambahan karbon aktif ini diharapkan diproleh kristal yang
lebih bersih dan murni daripada sebelumnya. Sedangkan alkohol berfungsi untuk
mengikat sisa-sisa asam dan juga sisa-sisa air sehingga pada saat pemanasan
akan ikut menguap bersama alkohol. Air dapat diikat oleh alkohol karena
keduannya bersifat polar sehingga mudah untuk bereaksi.
Tahap selanjutnya adalah memanaskan larutan sampai
mendidih. Diperoleh larutan yang bening dan terbentuk gumpalan coklat pada
dasar dan permukaan larutan. Setelah larytan mendidih, maka larytan disaring
selagi panas dengan menggunakan penyaring buchner. Proses penyaringan ini
menggunakan prinsipn sedimentasi dan dibantu menggunakan vakumpump, yaitu alat
untuk menyedot udara, sehingga proses penyaringan dan pengeringan cepat
selesai. Adapun tujuan dari penyaringan sewaktu panas karena bila larutan
dingin maka larutan sudah mengkristal (asetanilida) dan akan tertinggal
dikertas saring dengan karbon aktif dan pengotor lainnya sehingga hasil akhir
asetanilida yang diperoleh akan semakin sedikit. Dari proses penyaringan ini
terbentuk dua bagian yaitu bagian I (residu) yang berupa endapan warna coklat (
norit dan zat pengotor lainnya) dan bagian II (filtrat) berupa larutan bening.
Filtrat ini kemudian didinginkan didalam air dingin dengan tujuan untuk
mempercepat pendinginan dan rekristalisasi karena terjadinya keseimbangan suhu
dimana air dingin akan menyerap sebagian kalor dari air panas. Kristal yang
diperoleh tersebut disaring kembali dengan corong buchner dan terbentuk dua
bagian yaitu bagian I (residu) larutan bening, dan bagian II (filtrat) kristal
putih. Residu yang dihasilkan berwarna bening dan kristalnya berwarna putih
menandakan bahwa dalam larutan yang disaring tidak lagi terdapat zat pengotor
dan didapatkan kristal asetanilida yang murni. Kristal murni yang dihasilkan
kemudian dikeringkan didalam oven. Tujuannya untuk mempercepat penguapan air
yang masih terkandung dalam kristal. Selangjutnya kristal yang diperoleh
ditimbang untuk mengetahui beratnya. Adapun berat kristal yang diperoleh yaitu
3,8 gram. Berdasarkan hasil analisis data diperoleh % rendemen sebesar 25,589
%. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang seharusnya 100 % dan berat kristal
seharusnya14,85 gram. Hal ini disebabkan pada saat destilasi yang kurang
sempurna sehingga sebagian asetanilida ikut keluar bersama air. Adapun kristal
yang diperoleh adlah kristal berwarna putih. Hal ini sesuai dengan teori yang
menyatakan bahwa kristal asetanilida berwarna putih dengan titik leleh sebesar
114,10oC. Tapi pada percobaan ini kita tidak melakukan pengujian
titik leleh sehingga tidak dapat diketahui apakah kristal yang diperoleh
tersebut murni kristal asetanilida atau masih ada zat pengotor yang terkandung
dalam kristal.
Adapun
persamaan reaksinya:
H.
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
a. Asetanilida
diperoleh dari hasil reaksi antara anilin dan asam asetat glasial dengan proses
refluks dan destilasi
b. Proses
pembuatan asetanilida dinamakan asetilasi dimana terjadi reaksi subsitusi asil
nukleofil
c. Berat
kristal yang diperoleh dari hasil percobaan yaitu 3,8 gram dengan persentase
rendemen 25,589 %.
2.
Saran
a. Praktikan
diharapkan agar lebih menguasai materi tentang asetanilida dan prosedur kerja
agar praktikum dapat berjalan dengan lancar dan menghindari kesalahan dalam
praktikum
b. Praktikan
diharapkan lebih hati-hati dalam menggunakan alat terutama alat-alat yang
harganya mahal
c. Diharapkan
pada saat larutan didestilasi agar suhunya selalu diperhatikan agar diperoleh
asetanilida yang lebih banyak.
DAFTAR
PUSTAKA
Fessenden.1986. Kimia Organik
Edisi Ke 3. Jakarta: Erlangga.
Hart, Harold. 2003. Kimia Organik
Edisi ke II. Jakarta: Erlangga.
Pandia. 2011. Asetanilida /Phenilasetamida.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/ 123456789/27003/4/chapter % 2011.pdf. Diakses
pada tanggal 21 November 2012
Pramushinta, Diah. 2011. Asetanilida. http:// inuyashaku.wordpress.com. Diakses pada tanggal 21 November 2012
Rasyid,
Muhaedah. 2010. Kimia Organik I. Makassar
: Universitas Negeri Makassar.
1 komentar:
terima kasih, sangat bermanfaat
Posting Komentar